H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah
Pendidikan akidah itu bukan sekedar belajar sifat-sifat Allah, af’al (perbuatan)
Allah saja. Akan tetapi kita mempelajari konsep dasar Islam yang
memberi efek terhadap fikiran, hati dan perilaku kita. Ia menyebut
kenapa pendidikan kita gagal. Ada tiga faktor; pertama, kerusakan ilmu (error in knowledge), kedua, kehilangan adab (the loss of adab), dan ketiga, kegagalan para pemimpin (the rise of false leaders).
Dari
ketiga faktor tersebut, faktor pertama merupakan paling elementer.
Kerusakan epistemologi (ilmu) menciptakan kerusakan spiritual, moral dan
intelektual. Seseorang yang tidak meyakini otoritas teks-teks agama
yang mengharamkan homoseksual misalnya, akan mendekonstruksi teks
tersebut. Ditafsir sebebas-bebasnya, sehingga menghasilkan hukum
homoseks halal. Akhirnya, ia menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal.
Pendidikan akidah seharusnya mampu meluruskan
ilmu. Pandangan alam Islam di sini menjadi ‘kaca’ penilai. Konsep
tentang Allah, konsep wahyu, konsep kenabian, konsep manusia, konsep
alam, konsep manusia, konsep kebenaran, konsep otoritas dan lain-lain
semestinya diajarkan sebagai landasan utama belajar ilmu-ilmu yang lain.
Di dalam perguruan tinggi Islam, kajian-kajian tersebut dapat menjadi
Pengantar Studi Islam.
Unsur-unsur Islam seperti konsep
tersebut dalam pandangan alam Islam bersifat tetap dan permanen, tidak
berubah seperti dalam pandangan Barat. Sehingga, dalam pandangan Islam,
agama Islam tidak tepat dipahami sebagai agama sejarah (historical
religion). Islam bukanlah budaya, ia bersumber dari wahyu yang tetap.
Faktor
utama kegagalan pendidikan akidah adalah belum diajakarkannya akidah
itu secara aplikatif. Makanya, pendidikan Islam seharusnya mendasarkan
kepada pandangan alam Islam. Motivasi dalam belajar dalam Islam adalah
ibadah. Mengkajinya adalah jihad dan ilmu selalu terkait dengan akhlak.
Konsep yang demikian lah yang mampu membangkitkan umat. Seperti yang
telah dipraktikkan oleh Imam al-Ghazali dan Syekh Abdul Qadir al-Jilani.
Dr. Majid Irsan Kailani menulis buku menarik berjujul "Hakadza Dzahara Jil Shalahuddin wa Hakadza ‘Adat al-Quds", bercerita
tentang fase-fase kebangkitan umat generasi Shalahuddin al-Ayyubi.
Sang penulis menggambarkan bagaimana sososk Imam al-Ghazali dan Abdul
Qadir al-Jailani yang kreatif menyusun konsep pendidikan sehingga
terlahir mujahid-mujahid kenamaan. Imam al-Ghazali di madrasahnya,
Nidzamiyah, mendidik calon-calon ilmuan, dengan penanaman akidah.
Begitu pula Syekh al-Jilani, mengadabkan umat Islam di madrasah
al-Qadiriyah melalui metode tasawwuf dan pendidikan akidah.
Artinya,
konsep akidah itu menjadi titik terpenting dalam pendidikan. Dr.
Nirwan Syafrin, yang tampil sebagai pemateri daurah nasional di PIMPIN
Bandung, menulis dalam makalahnya bahwa hampir seluruh ulama Muslim
saat ini sepakat bahwa krisis yang dialami umat bukan berpangkal pada
ekonomi, politik, dan teknologi, akan tetapi pada nalar (ilmu) umat
Islam.
Dr. Nirwan mengutip Abdul Hamid Abu Sulaiman dalam bukunya "A Crisis of Muslim Mind", bahwa
umat Islam mengalami krisis pemikiran. Lebih tegas lagi Isma’il Raji
al-Faruqi mengatakan bahwa krisis umat Islam saat ini ada pada
pendidikan (al-Faruqi, Islamization of Knowledge:Problems, Principles and Perspectives, 22).
Sekali
lagi, pendidikan Islam haru berasaskan akidah atau ruh keimanan. Prof.
Dr. Sayyid Alawi al-Maliki pernah menulis; kebangkitan-kebangkitan
besar tidak akan pernah berdiri kecuali dilandaskan pada risalah al-ruh
(ajaran-ajaran yang mempunyai ruh/jiwa keimanan). Wallahu al’lam bisshowab.
--------------------
H. Akbar
http://akbar-mardani.blogspot.com
Bank Mandiri Rek No. : 133-00-0567361-1 a/n Drs. Akbar
Trmksh kepada yang selalu transfer untuk membantu orang miskin dan anak yatim di Yayasan Arrafiiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar