H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah
Pendidikan
merupakan salah satu unsur yang sangat penting terhadap pembentukan
karakter dan pembangun peradaban suatu bangsa. Setidaknya ada tiga
faktor pembentukan sebuah peradaban yaitu pandangan hidup (worldview), ilmu pengetahuan (science) dan salah satunya adalah pendidikan (education). Kaitan antara ketiga faktor tersebut merupakan vicious circle
(lingkaran setan). Artinya pandangan hidup dapat lahir dan berkembang
dari akumulasi ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses
pendidikan.
Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai
pendidikan. Paham rasionalisme empirisme, humanisme, kapitalisme,
eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya yang berkembang di
Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini
jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad
para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan ciri
pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam. Masing-masing
peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga out put yang
‘dihasilkan’ pun berbeda.
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey
mengatakan bahwa Pendidikan suatu bangsa dapat ditinjau dari dua segi;
pertama, dari sudut pandang masyarakat (community perspective), dan kedua, dari segi pandangan individu (individual perspective).
Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan
dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap
berlanjutan. Sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan berarti
pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi.
Jadi, Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar
mengembangkan aspek intelektual semata atau hanya sebagai transfer
pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tapi juga sebagai proses
transformasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya.
Dengan kata lain, pendidikan juga ikut berperan dalam membangun
peradaban dan membangun masa depan bangsa.
Pengertian Pendidikan Islam
Dr. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya (whole human education);
akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.
Sedangkan Prof. Dr. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai
proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad mengandung implikasi
kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Di
dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena
perkembangan , yaitu:
1. Potensi psikologis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi
sosok pribadi yang berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia
melebihi makhluk-makhluk lainnya.
2. Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di
muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan
sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang ijtima\'iyah dimana Tuhan
menjadi potensi sentral perkembangannya.
Dari pendapat dua tokoh Islam diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan Islam, bukan hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk
kebahagiaan dunia, tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat. Lebih dari
itu, pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan
ajaran-ajaran Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak
terlepas dari nilai-nilai agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui
tujuan-tujuan pendidikan Islam secara jelas.
Adapun tujuan-tujuan pendidikan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan pada tiga bidang asasi, yaitu :
a. Tujuan-tujuan individual, seperti pertumbuhan yang diinginkan
pada pribadi mereka, serta pada persiapan yang dimestikan kepada mereka
pada kehidupan dunia dan akhirat.
b. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan keseluruhan tingkah laku masyarakat umumnya.
c. Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan
pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu
aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.
Meskipun demikian tujuan akhir sebuah pendidikan Islam tidak lepas
dari tujuan hidup seseorang Muslim. Karena Pendidikan Islam itu hanyalah
suatu sarana untuk mencapai tujuan hidup Muslim, bukan tujuan akhir.
Dan tentunya tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai tentunya harus
berangkat dari dasar-dasar pokok pendidikan dalam ajaran Islam, yaitu
keutuhan (syumuliah), keterpaduan, kesinambungan, keaslian, bersifat
praktikal, kesetiakawanan dan keterbukaan. Dan yang paling penting
adalah tujuan pendidikan tersebut dapat diterjemahkan secara operasional
ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan di berbagai tingkat
pendidikan, rendah, menengah dan perguruan tinggi, malah juga pada
lembaga-lembag pendidikan non formal.
Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam mempunyai beberapa
karakteristik yaitu pertama, Penguasaan Ilmu Pengetahuan. Ajaran dasar
Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi setiap Muslim dan
muslimat. Kedua, Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai
harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain. Ketiga, penekanan
pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu
penetahuan. Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan,
hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan umum. Keempat,
penyesuaian terhadap perkembangan jiwa, dan bakat anak. Kelima,
pengembangan kepribadian serta penekaanan pada amal saleh dan tanggung
jawab.
Dengan karakteristik-karakteristik pendidikan tersebut tampak jelas
keunggulan pendidikan Islam dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena,
pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan langsung dengan nilai-nilai dan
ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya.
Pengertian Pendidikan Barat
Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan
pemikiran falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang
bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme.
Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu
sendiri. René Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Prancis ini
menjadikan rasio sebagai kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran.
Selain itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel Kant,
Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga
menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga
melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme,
humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan
lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti
dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan
lainnya
Menurut Syed Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak
dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas
tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait
dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk
rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral,
yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari
cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu
sekular.
Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama, menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap realitas dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima, menjadikan
drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan
eksistensi kemanusiaan . Kelima faktor ini amat berpengaruh dalam pola
pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan yang ada di
Barat.
Kesimpulan
Penjelasan tentang pendidikan Islam dan Barat di atas memperlihatkan
adanya kesenjangan pola berfikir yang digunakan para ilmuwan mereka
sehingga menghasilkan karakter yang berbeda. Jika sumber dan metodologi
ilmu di Barat bergantung sepenuhnya kepada kaedah empiris, rasional dan
cenderung materialistik serta mengabaikan dan memandang rendah cara
memperoleh ilmu melalui wahyu dan kitab suci, maka metodologi dalam ilmu
pengetahuan Islam bersumber dari kitab suci al-Qur’an yang diperoleh
dari wahyu, Sunnah Rasulullah saw, serta ijtihad para ulama.
Jika Westernisasi ilmu hanya menghasilkan ilmu-ilmu sekular yang
cenderung menjauhkan manusia dengan agamanya, maka Islamisasi ilmu
justru mampu membangunkan pemikiran dan keseimbangan antara aspek rohani
dan jasmani pribadi muslim yang akan menambahkan lagi keimanannya
kepada Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar